Pengantar
Perpajakan
Pengertian Pajak
Pengantar
Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting
untuk dapat memahami mengapa kita harus membayar pajak. Dari pemahaman inilah
diharapkan muncul kesadaran akan kewajiban pembayaran pajak .
Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi Negara
dalam menjalankan pemerintahan. Pemungutan pajak sudah sejak lama ada , dari
adanya upeti wajib kepada penguasa berupa hasil tanam pada masa kerajaan , masa
penjajahan hingga sekarang dengan pola nya masing – masing. Pemungutan pajak
yang semula berdasarkan aturan penguasa/raja tanpa melibatkan pembayar pajak ,
kini berubah dengan melibatkan pembayar pajak melalui aturan yang dibuat antara
penyelenggara pemerintah dengan rakyat melalui perwakilannya .
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,
S.H., dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum
Pajak dan Pajak Pendapatan”(1990:5):
“Pajak adalah iuran rakyat kepada
kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbale (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum”
Dari pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa unsur yang melekat pada pengertian pajak yaitu :
1.
Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
serta aturan pelaksanaanya.
2.
Sifatnya dapat dipaksakan. Hal ini berarti
pelanggaran atas aturan perpajakan akan berakibat adanya sanksi.
3.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditnjukan adanya kontraprestasi secara langsung oleh
pemerintahan.
4.
Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak tidak boleh dilakukan pihak
swasta yang orientasinya adalah keuntungan.
5.
Pajak diperuntukan bagi pengeluaran –
pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan
untuk membiayai public investment.
PUNGUTAN LAIN
A.
Retribusi
Retribusi
pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi (ada
kontrasepsi secara langsung) karena pembayaran tersebut ditujukan semata-mata
untuk mendapatkan suatu prestasi tertentu dari pemerintah,misalnya pembayaran
uang kuliah, karcis masuk terminal, kartu langganan, karcis masuk tol dan
lain-lain.
Pungutan
retribusi di Indonesia didasarkan pada undang – undang nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam pasal 1 angka 26 Undang-undang
tersebut menyebutkan bahwa retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
B.
Sumbangan
Pengertian
sumbangan ini tidak boleh dicampuradukan dengan retribusi. Dalam retribusi
dapat ditunjuk seseorang yang menikmati kontraprestasi secara langsung yaitu
pembayaran retribusi, sedangkan pada sumbangan, yang mendapatkan atau merasakan
imbalan/manfaat langsung adalah penerima sumbangan. Misalnya sumbangan bencana
alam, dan sumbangan pengungsi.
Fungsi Pajak
Pajak memiliki dua macam
fungsi, yaitu :
1.
Fungsi
Penerimaan (Budgetair);
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan
pengeluaran pemerintah, baik pemerintah rutin maupun pengeluaran pembangunan.
Penerimaan dari sector pajak telah mencapai diatas 50% dan volume penerimaan
APBN, sebelumnya penerimaan lebih banyak bertumpu pada sector migas. Presentase
tersebut terus meningkat hingga saat ini.
2.
Fungsi
Mengatur (Reguleren);
pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
dibidang social dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang
tinggi terhadap minuman keras, sehingga kinsumsi minuman keras dapat ditekan.
Demikian pula terhadap barang mewah dan rokok.
Kedua fungsi tersebut
merupakan peran utama pajak. Dalam perkembangannya, peran tersebut menjadi
lebih luas dengan adanya fungsi redistribusi dan demokrasi. Fungsi redistribusi
yaitu fungsi yang lebih menekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam
masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan
pajak, yaitu tariff pajak yang lebih besar untuk tingkat atau lapisan
penghasilan yang lebih tinggi.
Fungsi demokrasi merupakan salah satu penjelmaan atau
wujud system gotong royong termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan. Fungsi
in pada saat sekarang sering dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah
kepada masyarakat khususnya pembayar pajak. Apabila pajak telah dilaksanakan
dengan baik,maka imbal baliknya pemerintah harusnya memberikan pelayanan
terbaik.
ASAS
DAN DASAR PEMUNGUTAN PAJAK
Pengantar
Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak, dalam memilih
alternative pemungutannya perlu berdasar pada asas-asas pemungutan pajak
sehingga terdapat keserasian antara pemungutan pajak dengan tujuan dan asasnya.
Adam Smith dalam buku An Inquir yinto the
Nuture and Causes of the Wealth of Nations menyatakan bahwa pemungutan
pajak hendaknya didasarkan pada asas :
A.
Equality
Pemungutan
pajak harus nersifat final adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang
pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (Ability to pay) dan seusai dengan
manfaat yang diterima.
Adil
dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyubangkan uang untuk pengeluaran
pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta. Asas
keadilan dalam prinsip perundang – undangan perpajakan maupun dalam hal
pelaksanaannya harus dipegang teguh, walaupun keadilan itu sangat relative.
B.
Certainty
Penetapan
pajak itu tidak ditentukan sewenang – wenang. Oleh karena itu wajib pajak harus
mengetahuisecara jelas dan pasti pajak yang terutang. Kapan harus dibayar,
serta batas waktu pembayaran.
C.
Convenience
Kapan
Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat – saat yang
tidak menyulitkan Wajib Pajak misalnya pada saat Wajib Pajak memperoleh
penghasilan. System pemungutan ini disebut Pay
as You Earn.
D.
Economy
Secara
ekonomi bahwa biaya pemungutan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan
seminimal mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib pajak.
DASAR TEORI PEMUNGUTAN PAJAK
Meski dijelaskan berbagai teori tentang dasar pemungutan
pajak, pembayaran pajak umumnya tetap dianggap sebagai sebuah beban, ketimbang
sebagai sebuah kewajiban apalagi sebuah kesadaran bahwa pemungutan pajak memang
perlu didukung. Hal ini antara lain disebabkan karena tidak adanya kontrasepsi
yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak. Teori yang menjadi dasar
bagi Negara untuk memungut pajak, antara lain :
A.
Teori Asuransi
Dalam
perjanjian asuransi diperlukan premi. Premi tersebut dimaksudkan sebagai
pembayaran atas usaha melindungi orang dari segala kepentingannya misalnya
keselamatan atau kemanan harta bendanya. Masyarakat seakan
mempertanggungjawabkan keselamatan dan keamanan jiwanya kepada Negara sehingga
masyarakat harus membayar “premi” kepada Negara. Teori akuntansi ini menyamakan
pembayaran premi dengan pembayaran pajak. Pada kenyataannya menyamakan pajak
dengan premi tidaklah tepat, karena jika masyarakat mengalami kerugian, Negara
tidak dapat memberikan penggantian layaknya perusahaan asuransi.
B.
Teori Kepentingan
Teori
kepentingan diarrtikan bahwa Negara yang melindungi kepentingan harta dan jiwa
warga Negara dengan memperhatikan pembagian beban yang harus di pungut dari
masyarakat . pembebanan ini didasarkan pada kepentingan setiap orang termasuk perlindungan
jiwa dan hartanya. Oleh karena itu, pengeluaran Negara untuk melindunginya
dibebankan pada masyarakat. Warga Negara yang memilik harta lebih banyak akan
membayar pajak yang lebih besar dan sebaliknya yang memiliki harta lebih
sedikit membayar pajak lebih kecil untuk melindungi kepentingannya.
C.
Teori Gaya Pikul
Teori
ini berpangkal dari azaz keadilan yaitu bahwa tiap orang dikenakan pajak dengan
bobot sama. Pajak yang dibayar adalah menurut gaya pikul dengan ukuran besarnya
penghasilan dan pengeluaran seseorang. Kekuatan(gaya pikul) untuk membayar
pajak baru ada setelah terpenuhinya kebutuhan primer seseorang. Dalam pajak
penghasilan kita kenal konsep Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Bila
seseorang berpenghasilan dibawah PTKP berarti gaya pikulnya tidak ada sehingga
ia tidak harus membayar pajak. Teori ini lebih menekankan unsure kemampuan
sesorang dan rasa keadilan.
D.
Teori Bakti
Teori
ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Teori ini mendasarkan bahwa
Negara mempunyai hak mutlak untukmemungut pajak. Di lain pihak, masyarakay
menyadari bahwa membayar pajak sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan tanda
baktinya terhadap Negara kareba negaralah yang bertugas menyelenggarakan
kepentingan masyarakatnya. Dengan demikian dasar hokum pajak terletak pada
hubungan masyarakat Negara.
E.
Teori Gaya Beli
Pembayaran
pajak diamksudkan untuk memelihara masyarakatnya. Pembayaran pajak yang
dilakukan kepada Negara lebih ditekankan pada fungsi mengatur dari pajak agar
masyarakat tetap eksis. Teori ini mendasarkan pada penyelenggaraan kepentingan
masyarakat yang dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan
kepentingan individu atau Negara, sehingga pajak lebih menitikberatkan pada
fungsi mengatur. Dalam teori in kemaslahatan masyarakat akan tetap terjamin
dengan pembayaran pajak.
TINJAUAN ASPEK HUKUM
Pengantar
Kita mempelajari bab III (tiga)
tinjauan Hukum tentang kedudukan hukum pajak. Hukumpajak materiil dan Hukum
pajak Formal, penafsiran dalam hukum dan perlawanan terhadap pajak. Semua itu
yang mendasari tentang aturan yang mengatur pajak di Indonesia.
KEDUDUKAN
HUKUM PAJAK
Berdasarkan pasal 23A Amandemen
Undang – Undang Dasar 1945 yang berbunyi “ Pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan Negara di atur dengan Undang-Undang”. Atas
dsar Undang-Undang dimaksudkan bahwa pajak merupakan peralihan kekayaan dari
masyarakat ke pemerintah, untuk membiayai pengeluaran Negara dengan tidak
mendapatkan kontraprestasi langsung. Oleh karena itu, segala tindakan yang
menempatkan beban kepada rakyat, sebagai contoh pajak, harus di tetapkan denga
undang-undang yang telah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Keseluruhan pertauran yang meliputi
kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan
kembali ikepada masyarakat melalui kas Negara termasuk dalam ruang lingkup
hukum pajak. Mengingat pengaturan ini menyangkut hubungan hukum antara Negara
dengan orang pribadi atau badan yang mempunyai kewajiban membayar pajak, maka
hukum pajak merupakan bagian hukum public.
Hubungan hukum pajak dengan hukum
pidana dapat dilihat dengan adanya sanksi pidana atas kealpalan dan kesengajaan
terhadap Wajib Pajak yang melanggar ketentuan perpajakan. Hukum pajak mempunyai
ruang lingkup yang luas, tidak hanya menelaah keadaan-keadaan dalam
masyarakat yang dihubungkan dengan
pengenaan pajak dan merumuskan serta menafsirkan peraturan hukum dengan
memperhatikan ekonomi dan keadaan masyarakat, tetapi hukum pajak juga memuat
unsure hukum pidana dan peradilan seperti yang termuat dalam Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang pengadilan Pajak.
Sedangkan hubungan pajak dengan
hukum perdata adalah bahwa huukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutannya
atas kejadian-kejadian, keadaan-keadaan, dan perbuatan-perbuatan hukum yang
bergerak dalam lingkungan perdata, sperti penghasilan, kekayaan, perjanjian penyerahan
hak dan sebagainya.
Hukum
Pajak Materil dan Huku Pajak Normal
Hukum pajak mengatur hubungan antara
pemerintah ( fisikus ) selaku pemungutan pajak dengan Wajib Pajak . Hukum pajak
dibedakan menjadi :
A. Hukum Pajak Materil , memuat norma norma
yang menerangkan keadaan ,
perbuatan , peristiwa hukum yang dikenakan pajak ( objek pajak ) , siapa yang
dikenakan pajak ( subjek pajak ) , berapa besar pajak yang dikenakan , segala
sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak , dan hubungan hukum antara
pemerintah dan Wajib Pajak .
Hukum pajak materil meliputi :
1. UU
Pajak Penghasilan
2. UU
Pajak Pertambahan Nilai
3. UU
Pajak Bumi dan Bangunan
4. UU
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau bangunan
5. UU
Bea Materai
B. Hukum
Pajak Normal , memuat bentuk atau kata cara untuk mewujudkan hukum materil
menjadi kenyataan . Hukum pajak formal ini memuat , antara lain :
1. Tata
cara penetapan utang pajak
2. Hak
hak fiskus untuk mengawasi Wajib Pajak mengenai keadaan , perbuatan dan peristiwa
yang dapat menimbulkan utang pajak .
3. Kewajiban
Wajib Pajak , misalnya penyelenggaraan pembukaan atau pencatatan , dan hak hak
Wajib Pajak mengajukan keberatan dan banding .
Hukum
pajak formal meliputi :
1. UU
Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan
2. UU
Penagihan Pajak dengan Surat paksa
3. UU
Pengadilan Pajak
Penafsiran Dalam Hukum Pajak
Atas peraturan yang tidak dapat
dimengerti secara jelas atau kurang jelas perlu cara atau upaya penafsiran (
interpretasi ) untuk memahaminya , apabila suatu peraturan menimbulkan berbagai
penafsiran menurut pembacanya , maka yang berwenang memutuskan penafsirannya
adalah hakim yaitu dalam hal terjadi sengketa yang dijatuhkan ke pengadilan .
tentu saja peraturan hakim hanya mengikat pihak yang bersengketa saja ( sesuai
hukum perdata ) dan hakim tidak mengikat hukum .
Penafsiran ( interpretasi ) yang sering
digunakan dalam lapangan hukum perdata untuk memahami peraturan , juga dapat
digunakan dalam lapangan hukum publik , termasuk didalamnya hukum pajak .
A. Penafsiran Historis
Penafsiran historis adalah penafsiran undang undang dengan melihat sejarah dibuatnya undang undang tersebut.
Penafsiran ini dapat diketahui dari dokumen pada waktu proses dibuatnya undang
udang . misalnya dokumen rapat tim penyusun , dokumen rapat pembahasan antara
pemerintah dengan DPR dan dokumen surat surat lainnya yang dibuat secara resmi
. dengan penafsiran historis dapat diketahui maksud penyusun suatu undang
undang .
B. Penafsiran
sosiologis
Adalah penafsiran atas ketentuan undang
undang yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat yang selalu berkembang .
karena itu perlu penyesuaian antara undang undang dengan perkembangan kehidupan
masyarakat .
C. Penafsiran
sistematik
Adalah penafsiran ketentuan dengan mengaitkannya
dengan ketentuan ( pasal pasal ) lain dalam undang undang tersebut atau dari
undang undang lainnya . ketentuan yang tidak jelas dapat diketahui dengan
melihat atau mengaitkan dengan pasal lainnya .
D. Penafsiran
Otentik
Adalah penafsiran ketentuan dalam undang
undang dengan melihat hal hal yang telah dijelaskan dalam undang undang
tersebut . dalam suatu undang undang , biasanya terdapat pasal mengenai
ketentuan umum , sering disebut terminology , untuk menjelaskan hal hal yang
dianggap perlu . terminologi merupakan penafsiran otentik . penjelasan suatu
pasal yang dimuat dalam tambahan lembaran negara bukanlah merupakan penafsiran
otentik .
E. Penafsiran
Tata Bahasa
Adalah penafsiran ketentuan dalam undang
undang berdasarkan bunyi kata kata secara keseluruhan dalam kalimat kalimat
yang disusun . penafsiran menurut tata bahasa merupakan penafsiran yang paling
penting , sebab apabila kata kata dalam kalimat suatu pasal telah jelas
maksudnya , maka tidak boleh lagi dipergunakan cara penafsiran lainnya .
F. Penafsiran
Analogis
Adalah penafsiran ketentuan dengan cara
memberi kiasan pada kata kata yang tercantum dalam undang undang , sehimgga
suatu peristiwa yang sesungguhnya tidak termasuk dalam ketentuan menjadi
termasuk berdasarkan analog yang dibuat . contoh penafsiran analogis “
penjualan “ menjadi “ pemindahan ketangan lain “ ( dari peraturan yang ada
ditarik keperaturan yang bersifat umum ) , yang selanjutnya disimpulkan juga
termasuk hibah , pemasukan harta ( inbreng ) dan wasiat . ( R Santoso Brotodihardjo
S.H. dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak ) . penafsiran ini dalam hukum
pajak tidak diperbolehkan karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum .
G. Penfsiran
A Contrario
Adalah penafsiran ketentuan undang undang
didasarkan pada perlawanan pengertian antara masalah yang diatur dalam undang
undang . diambil suatu kesimpulan bahwa atas masalah yang dihadapi yang tidak
diatur dalam undang undangnya berada diluar ketentuan ( tidak diatur ) .
penafsiran ini dalam hukum pajak juga tidak diperbolehkan karena akan
menimbulkan ketidakpastian hukum .
Perlawanan terhadap pajak
Mengingat betapa pentingnya
peran masyarakat untuk membayar pajak dalam peran sertanya menanggung
pembiayaan negara , maka dituntut kesadara warga negara untuk memenuhi
kewajiban kenegaraannya . namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada sebagian
masyarakat terdapat keenggaan memenuhi kewajiban perpajakan . dalam hal ini
demikian timbul perlawanan terhadap pajak . perlawanan terhadap pajak dapat
dibedakan menjadi perlawanan pasif dan perlawanan aktif .
Perlawana pasif berupa
hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai hubungan erat dengan
struktur ekonomi suatu negara , dengan perkembangan intelektual dan moral
penduduk , dan dengan tekhnik pemungutan pajak itu sendirir .
Perlawanan aktif secara
nyata terlihat pada semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan
kepada pemerintah ( fiskus ) dengan tujuan untuk menghindari pajak .
diantaranya dapat dibedakan cara cara sebagai berikut :
a. Penghindaran
Diri dari Pajak ( Tax Avoidance )
Dilakukan dengan tidak melakukan perbuatan
yang memberi alasan untuk dikenakan pajak . penghindaran yang dilakukan Wajib
Pajak masih dalam kerangka peraturan perpajakan . Misalnya : Rokok putih
diganti dengan rokok tingwe supaya tidak kena pajak rokok .
b. Pengelakan
diri dari pajak ( Tax Evasion )
Dilakukan dengan cara cara yang melanggar
undang undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak atau mengurangi dasar
pengenaannya . Misalnya : Wajib Pajak melakukan manipulasi pajak dengan
melakukan pembukuan ganda .
c. Melalaikan
Pajak
Dilakukan dengan cara menolak membayar pajak
yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas yang harus dipenuhi .
Misal : menghalangi penyitaan dengan menyembunyikan barang barang yang akan
disita .
SISTEM , JENIS DAN TARIF PAJAK
hiuhoihfjsdfoijdsff
Pengantar
Di bab sebelumnya kita mempelajari
tentang hukum pajak selanjutnya
mempelajari tentang sistem , jenis , dan tarif pajak . sistem yang
dibahas dalam bab iv terbagi menurut sifatnya , menurut sasaran atau objeknya ,
menurut pemungutan dan tarif pajak .
Pembagian
Jenis Pajak
Secara umum pajak yang diberlakukan di
indonesia dapat dibedakan dengan klasifikasi sebagai berikut :
A. Menurut Sifatnya
1. Pajak
langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak
lain , tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan .
Contohnya : Pajak Penghasilan
2. Pajak
tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepihak lain .
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
B. Menurut sasaran atau objeknya
Pembagian pajak menurut sasaran atau objeknya
dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya
berdasarkan ciciri ciri prinsip :
1. Pajak
Subjektif , adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang
selanjutnya dicari syarat objektifnya , dalam arti memperhatikan keadaan diri
Wajib Pajak . Contoh : Pajak Penghasilan
2. Pajak
objektif , adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya , tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak . Contoh : Pajak Bumi dan Bangunan ,
pajak pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah .
C. Menurut
pemungutannya
1. Pajak
Pusat , adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara . Contoh : Pajak Penghasilan , Pajak Pertambahan
nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah , Pajak Bumi dan Bangunan , dan Bea
Materai
2. Pajak
Daerah , adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah . Contoh : Pajak Reklame , Pajak Hiburan .
Cara Pemungutan Pajak
A. Stelsel
Pajak
Cara pemungutan pajak dilakukan berdasrakan 3
stelsel :
1. Stelsel
Nyata ( riil stelsel )
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (
penghasilan ) yang nyata , sehingga pemungutan baru dapat dilakukan pada akhir
tahun pajak , yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui
. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis . Kelemahannya
adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode ( setelah penghasilan rill
diketahui )
2. Stelsel
Fiktif
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu
anggapan yang teratur oleh undang undang , misalnya , penghasilan suatu tahun
dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah
dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan .
Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan , tanpa
harus menunggu pada akhir tahun . Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak
berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya .
3. Stelsel
Campuran
Stelsel ini merupakan informasi antara
stelsel nyata dan stelsel anggapan . Pada awal tahun , besarnya pajak dihitung
berdasarkan suatu anggapan , kemudian pada akhir tahun besarnya pajak
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya . Apabila besarnya pajak menurut
kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan , maka Wajib Pajak harus
menambah kekurangannya . demikian pula sebaliknya , apabila lebih kecil maka
kelebihannya dapat diminta kembali .
B. Sistem
pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi
:
1. Official
Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus ) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang .
Ciri cir Official Assessment System :
1). Wewenang untuk menentukan besarnya pajak
terutang berada pada fiskus .
2). Wajib pajak bersifat pasif .
3). Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya
surat ketetapan pajak oleh fiskus .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar