sering tampil

Kamis, 15 Januari 2015

Pengantar Perpajakan

Pengantar Perpajakan
Pengertian Pajak
Pengantar
            Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat memahami mengapa kita harus membayar pajak. Dari pemahaman inilah diharapkan muncul kesadaran akan kewajiban pembayaran pajak .
            Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi Negara dalam menjalankan pemerintahan. Pemungutan pajak sudah sejak lama ada , dari adanya upeti wajib kepada penguasa berupa hasil tanam pada masa kerajaan , masa penjajahan hingga sekarang dengan pola nya masing – masing. Pemungutan pajak yang semula berdasarkan aturan penguasa/raja tanpa melibatkan pembayar pajak , kini berubah dengan melibatkan pembayar pajak melalui aturan yang dibuat antara penyelenggara pemerintah dengan rakyat melalui perwakilannya .
            Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.,  dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan”(1990:5):
            “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbale (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur yang melekat pada pengertian pajak yaitu :
1.    Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya.
2.    Sifatnya dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran atas aturan perpajakan akan berakibat adanya sanksi.
3.    Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditnjukan  adanya kontraprestasi secara langsung oleh pemerintahan.
4.    Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak tidak boleh dilakukan pihak swasta yang orientasinya adalah keuntungan.
5.    Pajak diperuntukan bagi pengeluaran – pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
PUNGUTAN LAIN
A.   Retribusi
Retribusi pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi (ada kontrasepsi secara langsung) karena pembayaran tersebut ditujukan semata-mata untuk mendapatkan suatu prestasi tertentu dari pemerintah,misalnya pembayaran uang kuliah, karcis masuk terminal, kartu langganan, karcis masuk tol dan lain-lain.
Pungutan retribusi di Indonesia didasarkan pada undang – undang nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam pasal 1 angka 26 Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
B.   Sumbangan
Pengertian sumbangan ini tidak boleh dicampuradukan dengan retribusi. Dalam retribusi dapat ditunjuk seseorang yang menikmati kontraprestasi secara langsung yaitu pembayaran retribusi, sedangkan pada sumbangan, yang mendapatkan atau merasakan imbalan/manfaat langsung adalah penerima sumbangan. Misalnya sumbangan bencana alam, dan sumbangan pengungsi.
Fungsi Pajak
Pajak memiliki dua macam fungsi, yaitu :
1.    Fungsi Penerimaan (Budgetair); Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah, baik pemerintah rutin maupun pengeluaran pembangunan. Penerimaan dari sector pajak telah mencapai diatas 50% dan volume penerimaan APBN, sebelumnya penerimaan lebih banyak bertumpu pada sector migas. Presentase tersebut terus meningkat hingga saat ini.
2.    Fungsi Mengatur (Reguleren); pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang social dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga kinsumsi minuman keras dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah dan rokok.
Kedua fungsi tersebut merupakan peran utama pajak. Dalam perkembangannya, peran tersebut menjadi lebih luas dengan adanya fungsi redistribusi dan demokrasi. Fungsi redistribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak, yaitu tariff pajak yang lebih besar untuk tingkat atau lapisan penghasilan yang lebih tinggi.
            Fungsi demokrasi merupakan salah satu penjelmaan atau wujud system gotong royong termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan. Fungsi in pada saat sekarang sering dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat khususnya pembayar pajak. Apabila pajak telah dilaksanakan dengan baik,maka imbal baliknya pemerintah harusnya memberikan pelayanan terbaik.
ASAS DAN DASAR PEMUNGUTAN PAJAK
Pengantar
            Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak, dalam memilih alternative pemungutannya perlu berdasar pada asas-asas pemungutan pajak sehingga terdapat keserasian antara pemungutan pajak dengan tujuan dan asasnya. Adam Smith dalam buku An Inquir yinto the Nuture and Causes of the Wealth of Nations menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada asas :
A.   Equality
Pemungutan pajak harus nersifat final adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (Ability to pay) dan seusai dengan manfaat yang diterima.
Adil dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyubangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta. Asas keadilan dalam prinsip perundang – undangan perpajakan maupun dalam hal pelaksanaannya harus dipegang teguh, walaupun keadilan itu sangat relative.
B.   Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang – wenang. Oleh karena itu wajib pajak harus mengetahuisecara jelas dan pasti pajak yang terutang. Kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
C.   Convenience
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat – saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak misalnya pada saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan. System pemungutan ini disebut Pay as You Earn.
D.   Economy
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimal mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib pajak.
DASAR TEORI PEMUNGUTAN PAJAK
            Meski dijelaskan berbagai teori tentang dasar pemungutan pajak, pembayaran pajak umumnya tetap dianggap sebagai sebuah beban, ketimbang sebagai sebuah kewajiban apalagi sebuah kesadaran bahwa pemungutan pajak memang perlu didukung. Hal ini antara lain disebabkan karena tidak adanya kontrasepsi yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak. Teori yang menjadi dasar bagi Negara untuk memungut pajak, antara lain :
A.   Teori Asuransi
Dalam perjanjian asuransi diperlukan premi. Premi tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran atas usaha melindungi orang dari segala kepentingannya misalnya keselamatan atau kemanan harta bendanya. Masyarakat seakan mempertanggungjawabkan keselamatan dan keamanan jiwanya kepada Negara sehingga masyarakat harus membayar “premi” kepada Negara. Teori akuntansi ini menyamakan pembayaran premi dengan pembayaran pajak. Pada kenyataannya menyamakan pajak dengan premi tidaklah tepat, karena jika masyarakat mengalami kerugian, Negara tidak dapat memberikan penggantian layaknya perusahaan asuransi.
B.   Teori Kepentingan
Teori kepentingan diarrtikan bahwa Negara yang melindungi kepentingan harta dan jiwa warga Negara dengan memperhatikan pembagian beban yang harus di pungut dari masyarakat . pembebanan ini didasarkan pada kepentingan setiap orang termasuk perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh karena itu, pengeluaran Negara untuk melindunginya dibebankan pada masyarakat. Warga Negara yang memilik harta lebih banyak akan membayar pajak yang lebih besar dan sebaliknya yang memiliki harta lebih sedikit membayar pajak lebih kecil untuk melindungi kepentingannya.
C.   Teori Gaya Pikul
Teori ini berpangkal dari azaz keadilan yaitu bahwa tiap orang dikenakan pajak dengan bobot sama. Pajak yang dibayar adalah menurut gaya pikul dengan ukuran besarnya penghasilan dan pengeluaran seseorang. Kekuatan(gaya pikul) untuk membayar pajak baru ada setelah terpenuhinya kebutuhan primer seseorang. Dalam pajak penghasilan kita kenal konsep Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Bila seseorang berpenghasilan dibawah PTKP berarti gaya pikulnya tidak ada sehingga ia tidak harus membayar pajak. Teori ini lebih menekankan unsure kemampuan sesorang dan rasa keadilan.
D.   Teori Bakti
Teori ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Teori ini mendasarkan bahwa Negara mempunyai hak mutlak untukmemungut pajak. Di lain pihak, masyarakay menyadari bahwa membayar pajak sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya terhadap Negara kareba negaralah yang bertugas menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya. Dengan demikian dasar hokum pajak terletak pada hubungan masyarakat Negara.
E.   Teori Gaya Beli
Pembayaran pajak diamksudkan untuk memelihara masyarakatnya. Pembayaran pajak yang dilakukan kepada Negara lebih ditekankan pada fungsi mengatur dari pajak agar masyarakat tetap eksis. Teori ini mendasarkan pada penyelenggaraan kepentingan masyarakat yang dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu atau Negara, sehingga pajak lebih menitikberatkan pada fungsi mengatur. Dalam teori in kemaslahatan masyarakat akan tetap terjamin dengan pembayaran pajak.

TINJAUAN ASPEK HUKUM
Pengantar
            Kita mempelajari bab III (tiga) tinjauan Hukum tentang kedudukan hukum pajak. Hukumpajak materiil dan Hukum pajak Formal, penafsiran dalam hukum dan perlawanan terhadap pajak. Semua itu yang mendasari tentang aturan yang mengatur pajak di Indonesia.

KEDUDUKAN HUKUM PAJAK
            Berdasarkan pasal 23A Amandemen Undang – Undang Dasar 1945 yang berbunyi “ Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara di atur dengan Undang-Undang”. Atas dsar Undang-Undang dimaksudkan bahwa pajak merupakan peralihan kekayaan dari masyarakat ke pemerintah, untuk membiayai pengeluaran Negara dengan tidak mendapatkan kontraprestasi langsung. Oleh karena itu, segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, sebagai contoh pajak, harus di tetapkan denga undang-undang yang telah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
            Keseluruhan pertauran yang meliputi kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali ikepada masyarakat melalui kas Negara termasuk dalam ruang lingkup hukum pajak. Mengingat pengaturan ini menyangkut hubungan hukum antara Negara dengan orang pribadi atau badan yang mempunyai kewajiban membayar pajak, maka hukum pajak merupakan bagian hukum public.
            Hubungan hukum pajak dengan hukum pidana dapat dilihat dengan adanya sanksi pidana atas kealpalan dan kesengajaan terhadap Wajib Pajak yang melanggar ketentuan perpajakan. Hukum pajak mempunyai ruang lingkup yang luas, tidak hanya menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat  yang dihubungkan dengan pengenaan pajak dan merumuskan serta menafsirkan peraturan hukum dengan memperhatikan ekonomi dan keadaan masyarakat, tetapi hukum pajak juga memuat unsure hukum pidana dan peradilan seperti yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang pengadilan Pajak.
            Sedangkan hubungan pajak dengan hukum perdata adalah bahwa huukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutannya atas kejadian-kejadian, keadaan-keadaan, dan perbuatan-perbuatan hukum yang bergerak dalam lingkungan perdata, sperti penghasilan, kekayaan, perjanjian penyerahan hak dan sebagainya.
Hukum Pajak Materil dan Huku Pajak Normal
           Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah ( fisikus ) selaku pemungutan pajak dengan Wajib Pajak . Hukum pajak dibedakan menjadi :
A.        Hukum Pajak Materil , memuat norma norma yang menerangkan           keadaan , perbuatan , peristiwa hukum yang dikenakan pajak ( objek pajak ) , siapa yang dikenakan pajak ( subjek pajak ) , berapa besar pajak yang dikenakan , segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak , dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak .
Hukum pajak materil meliputi :
1.    UU Pajak Penghasilan
2.    UU Pajak Pertambahan Nilai
3.    UU Pajak Bumi dan Bangunan
4.    UU Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau bangunan
5.    UU Bea Materai
B.   Hukum Pajak Normal , memuat bentuk atau kata cara untuk mewujudkan hukum materil menjadi kenyataan . Hukum pajak formal ini memuat , antara lain :
1.    Tata cara penetapan utang pajak
2.    Hak hak fiskus untuk mengawasi Wajib Pajak mengenai keadaan , perbuatan dan peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak .
3.    Kewajiban Wajib Pajak , misalnya penyelenggaraan pembukaan atau pencatatan , dan hak hak Wajib Pajak mengajukan keberatan dan banding .
Hukum pajak formal meliputi :
1.    UU Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan
2.    UU Penagihan Pajak dengan Surat paksa
3.    UU Pengadilan Pajak
           Penafsiran Dalam Hukum Pajak
       Atas peraturan yang tidak dapat dimengerti secara jelas atau kurang jelas perlu cara atau upaya penafsiran ( interpretasi ) untuk memahaminya , apabila suatu peraturan menimbulkan berbagai penafsiran menurut pembacanya , maka yang berwenang memutuskan penafsirannya adalah hakim yaitu dalam hal terjadi sengketa yang dijatuhkan ke pengadilan . tentu saja peraturan hakim hanya mengikat pihak yang bersengketa saja ( sesuai hukum perdata ) dan hakim tidak mengikat hukum .
        Penafsiran ( interpretasi ) yang sering digunakan dalam lapangan hukum perdata untuk memahami peraturan , juga dapat digunakan dalam lapangan hukum publik , termasuk didalamnya hukum pajak .
A.     Penafsiran Historis
  Penafsiran historis adalah penafsiran undang undang dengan melihat      sejarah dibuatnya undang undang tersebut. Penafsiran ini dapat diketahui dari dokumen pada waktu proses dibuatnya undang udang . misalnya dokumen rapat tim penyusun , dokumen rapat pembahasan antara pemerintah dengan DPR dan dokumen surat surat lainnya yang dibuat secara resmi . dengan penafsiran historis dapat diketahui maksud penyusun suatu undang undang .
B.   Penafsiran sosiologis
Adalah penafsiran atas ketentuan undang undang yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat yang selalu berkembang . karena itu perlu penyesuaian antara undang undang dengan perkembangan kehidupan masyarakat .
C.   Penafsiran sistematik
Adalah penafsiran ketentuan dengan mengaitkannya dengan ketentuan ( pasal pasal ) lain dalam undang undang tersebut atau dari undang undang lainnya . ketentuan yang tidak jelas dapat diketahui dengan melihat atau mengaitkan dengan pasal lainnya .
D.   Penafsiran Otentik
Adalah penafsiran ketentuan dalam undang undang dengan melihat hal hal yang telah dijelaskan dalam undang undang tersebut . dalam suatu undang undang , biasanya terdapat pasal mengenai ketentuan umum , sering disebut terminology , untuk menjelaskan hal hal yang dianggap perlu . terminologi merupakan penafsiran otentik . penjelasan suatu pasal yang dimuat dalam tambahan lembaran negara bukanlah merupakan penafsiran otentik .
E.   Penafsiran Tata Bahasa
Adalah penafsiran ketentuan dalam undang undang berdasarkan bunyi kata kata secara keseluruhan dalam kalimat kalimat yang disusun . penafsiran menurut tata bahasa merupakan penafsiran yang paling penting , sebab apabila kata kata dalam kalimat suatu pasal telah jelas maksudnya , maka tidak boleh lagi dipergunakan cara penafsiran lainnya .
F.    Penafsiran Analogis
Adalah penafsiran ketentuan dengan cara memberi kiasan pada kata kata yang tercantum dalam undang undang , sehimgga suatu peristiwa yang sesungguhnya tidak termasuk dalam ketentuan menjadi termasuk berdasarkan analog yang dibuat . contoh penafsiran analogis “ penjualan “ menjadi “ pemindahan ketangan lain “ ( dari peraturan yang ada ditarik keperaturan yang bersifat umum ) , yang selanjutnya disimpulkan juga termasuk hibah , pemasukan harta ( inbreng ) dan wasiat . ( R Santoso Brotodihardjo S.H. dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak ) . penafsiran ini dalam hukum pajak tidak diperbolehkan karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum .
G.   Penfsiran A Contrario
Adalah penafsiran ketentuan undang undang didasarkan pada perlawanan pengertian antara masalah yang diatur dalam undang undang . diambil suatu kesimpulan bahwa atas masalah yang dihadapi yang tidak diatur dalam undang undangnya berada diluar ketentuan ( tidak diatur ) . penafsiran ini dalam hukum pajak juga tidak diperbolehkan karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum .
            Perlawanan terhadap pajak
                Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat untuk membayar pajak dalam peran sertanya menanggung pembiayaan negara , maka dituntut kesadara warga negara untuk memenuhi kewajiban kenegaraannya . namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada sebagian masyarakat terdapat keenggaan memenuhi kewajiban perpajakan . dalam hal ini demikian timbul perlawanan terhadap pajak . perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan menjadi perlawanan pasif dan perlawanan aktif .
                  Perlawana pasif berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi suatu negara , dengan perkembangan intelektual dan moral penduduk , dan dengan tekhnik pemungutan pajak itu sendirir .
                   Perlawanan aktif secara nyata terlihat pada semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada pemerintah ( fiskus ) dengan tujuan untuk menghindari pajak . diantaranya dapat dibedakan cara cara sebagai berikut :
a.    Penghindaran Diri dari Pajak ( Tax Avoidance )
Dilakukan dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenakan pajak . penghindaran yang dilakukan Wajib Pajak masih dalam kerangka peraturan perpajakan . Misalnya : Rokok putih diganti dengan rokok tingwe supaya tidak kena pajak rokok .
b.    Pengelakan diri dari pajak ( Tax Evasion )
Dilakukan dengan cara cara yang melanggar undang undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak atau mengurangi dasar pengenaannya . Misalnya : Wajib Pajak melakukan manipulasi pajak dengan melakukan pembukuan ganda .
c.    Melalaikan Pajak
Dilakukan dengan cara menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas yang harus dipenuhi . Misal : menghalangi penyitaan dengan menyembunyikan barang barang yang akan disita .
             SISTEM , JENIS  DAN TARIF PAJAK
hiuhoihfjsdfoijdsff
              Pengantar
        Di bab sebelumnya kita mempelajari tentang hukum pajak selanjutnya  mempelajari tentang sistem , jenis , dan tarif pajak . sistem yang dibahas dalam bab iv terbagi menurut sifatnya , menurut sasaran atau objeknya , menurut pemungutan dan tarif pajak .
Pembagian Jenis Pajak
        Secara umum pajak yang diberlakukan di indonesia dapat dibedakan dengan klasifikasi sebagai berikut :
A.     Menurut Sifatnya
1.    Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain , tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan . Contohnya : Pajak Penghasilan
2.    Pajak tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepihak lain . Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
B.     Menurut sasaran atau objeknya
Pembagian pajak menurut sasaran atau objeknya dimaksudkan    pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciciri ciri prinsip :
1.    Pajak Subjektif , adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya , dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak . Contoh : Pajak Penghasilan
2.    Pajak objektif , adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya , tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak . Contoh : Pajak Bumi dan Bangunan , pajak pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah .
C.   Menurut pemungutannya
1.    Pajak Pusat , adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara . Contoh : Pajak Penghasilan , Pajak Pertambahan nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah , Pajak Bumi dan Bangunan , dan Bea Materai
2.    Pajak Daerah , adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah . Contoh : Pajak Reklame , Pajak Hiburan .
                Cara Pemungutan Pajak
A.   Stelsel Pajak
Cara pemungutan pajak dilakukan berdasrakan 3 stelsel :
1.    Stelsel Nyata ( riil stelsel )
Pengenaan pajak didasarkan pada objek ( penghasilan ) yang nyata , sehingga pemungutan baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak , yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui . Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis . Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode ( setelah penghasilan rill diketahui )
2.    Stelsel Fiktif
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang teratur oleh undang undang , misalnya , penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan . Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan , tanpa harus menunggu pada akhir tahun . Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya .
3.    Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan informasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan . Pada awal tahun , besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan , kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya . Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan , maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya . demikian pula sebaliknya , apabila lebih kecil maka kelebihannya dapat diminta kembali .
B.   Sistem pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi :
1.    Official Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus ) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang .
Ciri cir Official Assessment System :
1). Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus .
2). Wajib pajak bersifat pasif .
3). Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar